Puncak Gunung Semeru yang Gagah

Kayaknya kalo dilihat ke belakang, masih gak percaya kalau sekarang i fall in love with mountain. Dulu kalo diajak trekking paling mager karena gak pernah yakin atas kemampuan diri sendiri. Sekarang top of mountain becomes one of my top remedy.

Rabu, 27 Juni 2018 lanjutan cerita sebelumnya dari Ranu Kumbolo, kami melanjutkan perjalanan menuju Tanjakan Cinta. Para pendaki lainnya melewati tanjakan cinta dengan bersusah payah, sedangkan kami memilih melipir ke jalur yang lebih landai namun jaraknya sedikit lebih jauh, itu bukan masalah bagi kami justru jalur ini sering digunakan oleh para porter karena lebih enak jalannya. 

Menurut mitos, katanya kalau naik Tanjakan Cinta, kemudian kita membayangkan seseorang dengan tanpa menoleh ke belakang, maka ia akan menjadi jodohmu. Bukan hanya enggan melewati tanjakan cinta, memikirkan seseorang pun tidak. Yang ada di pikiran saya hanya puncak Mahameru yang gagah perkasa.

Memaksakan turun lagi dan memulai naik lagi dengan memikirkan seseorang tanpa menoleh ke belakang untuk membuktikan mitos tersebut, menurut saya adalah hal yang sangat mubazir, buang-buang tenaga. Saya pun akhirnya melanjutkan perjalanan dengan keyakinan penuh bahwa akan tetap mendapat jodoh terbaik dari Tuhan tanpa perlu naik turun di Tanjakan Cinta.

Tanjakan Cinta

Setelah bukit Tanjakan Cinta terhampar Oro-Oro Ombo dengan tumbuhan yang sudah mengering. Kabarnya jika habis musim hujan, Oro-Oro Ombo adalah tempat yang sangat indah dengan hamparan bunga verbena brasiliensis yang menyerupai lavender berwarna ungu apalagi kalau datangnya dibulan Desember – Mei.

Karena saya datangnya bulan Juni jadi bunga verbena sudah mulai kering, kami berjalan di tengah padang savana bunga verbena yang tetap punya pemandangan yang memukau meski sudah mengering.

Oro Oro Ombo

Setelah melewati Oro-Oro Ombo kami tiba di Cemoro Kandang di ketinggian 2500 mdpl. Kenapa namanya Cemoro Kandang? Jadi, cemoro yang berarti pohon cemara, dan kandang yang berarti kandang. Pantas saja, karena di area ini, terdapat banyak pohon cemara.

Jadi cemoro kandang adalah kandang pohon cemara atau lebih layaknya hutan cemara. Hari sudah semakin siang, kami hanya istirahat sejenak untuk kemudian melanjutkan perjalanan. Trek menuju ke Jambangan (titik sebelum Kalimati) didominasi tanjakan yang lumayan terjal.

Kurang lebih ada tiga bukit yang harus kami lewati untuk sampai di Jambangan sebelum akhirnya trek pendakian akan kembali menurun sampai menuju Kalimati. Tanjakan demi tanjakan terasa semakin berat saat tenaga mulai hilang. Beberapa kali kami istirahat sembari mencoba mengatur napas yang mulai semakin berantakan.

Keliatan Puncak
Jambangan
Kalimati

Sesampainya di Jambangan, trek pendakian akhirnya mulai kembali bersahabat. Kami melewati rimbun hutan kecil. Tak butuh waktu lama untuk tiba di Kalimati (2700 Mdpl). Pos ini berupa padang rumput luas di tepi hutan cemara.

Terdapat mata air Sumber Mani, ke arah barat (kanan) menelusuri pinggiran hutan Kalimati dengan menempuh jarak ±1 jam pulang pergi. Kami pun bergegas mendirikan tenda dan menyiapkan makanan.

Selesai makan kami tidur untuk memulihkan tenaga agar siap untuk melakukan summit attack pada pukul 01.00 dini hari nanti. Kamis, 28 Juni 2018 Pukul 12.30 saya sudah terbangun. Di luar sudah ada puluhan pendaki yang telah memulai pendakian menuju puncak Mahameru.

Saking ramainya, dari jalur pendakian saya bisa melihat rentetan lampu headlamp yang membentuk jalur pendakian di sekitar ¾ jalur menuju puncak.

Di Arcopodo, beberapa kali saya terpaksa harus berhenti untuk sekedar mengatur napas. Namun saya masih yakin kedua kaki ini masih kuat untuk terus melangkah, meski napas sudah tersengal-sengal dan detak jantung berdetak semakin cepat.

Waktu menunjukkan pukul 03.01 WIB, kami sampai di pertengahan summit attack, selangkah demi langkah kami pijak, waktu terus mengejar kami, kami harus sampai di puncak pada pagi hari, karna pada pukul 10.00 WIB, arah angin cenderung mengarah ke puncak dan membawa gas beracun yang dapat mebahayakan para pendaki,  badan saya mulai terasa membeku saya pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan sedikit demi sedikit.

Sunrise
Rame Euy

Pukul 05.20 WIB, kami menginjakkan kaki di puncak Mahameru pucak tertinggi dipulau Jawa. Mentari pagi mahameru menyapa kami dengan hangat. Kawah jongring saloko meletus setiap 15 menit, dan mengeluarkan kepulan asap yang disebut wedus gembel.

Lautan Awan
Wedus Gembel
Akhirnya Puncak

Setelah kurang lebih setengah jam menikmati pemandangan Jawa Timur dari ketinggian 3.676 mdpl, 06.02 WIB kami pun bergegas turun, berbeda dengan menanjak saat menuruni puncak hanya memerlukan waktu ±1 jam untuk sampai ke kalimati karena hanya kita hanya perlu merosot kebawah, tapi pada saat turun kita juga harus tetap fokus kebawah dan berhati-hati karna dapat merugikan pendaki lain jika kita terjatuh.

Fokus ke batas vegetasi harus kita perhatikan tidak sedikit pendaki yang tersesat pada saat turun dari puncak, itu disebabkan karena kabut yang tebal menutupi jalur menuju kalimati, sehingga banyak pendaki yang salah jalan pada saat turun.

Turunya Harus Antri

Perjalanan pulang kami menuju Ranu Kumbolo memerlukan waktu ±3 jam, pukul 11.03 WIB kami tiba di Ranu Kumbolo beberapa pendaki memilih istirahat di Ranu Kumbolo tetapi kami memilih untuk melanjutkan perjalanan pulang yaitu Ranu Pane menginat izin pendakian kami hanya 3 hari sedangkan loket di Ranu Pane tutup jam 6 sore, ternyata kami tiba lebih cepat dari perkiraan, kami sampai jam setengah 5.

Sebelum Pulang Mampir Dulu di Danau Ranu Kumbolo

Usai sudah perjalanan mengakrabi keperkasaan Gunung Semeru dan mencumbui keeksotisan Ranu Kumbolo yang cantik jelita. Saya bersyukur telah dapat menikmati pendakian di gunung tertinggi pulau Jawa ini dengan aman dan selamat hingga kembali kepada keluarga di rumah. Tunggu saja Mahameru, next time, I’ll be back!

Share this post:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *