Gunung Rinjani Part 2: Puncak Dewi Anjani

Melanjutkan perjalanan dari Bukit Penyesalan di Artikel Sebelumnya (Part 1), mendengar obrolan dari porter disini bahwa tanjakan penyesalan ini ada tujuh bukit yang harus kita daki hingga sampai di Pelawangan Sembalun, hemmm cuman tujuh bukit doang (dalam hati udah, adoohh banyak juga… haha).

Disini saya melihat betapa ‘hebat’ nya seorang “Hercules” baca porter, dengan beban yang mungkin lebih dari apa yang dibawa oleh pendaki. Dengan sebilah bambu yang panjangnya kurang lebih 1.7 meter, dilintangkan di bahu, dan segala bentuk peralatan menggantung, mulai dari tenda yang bisa hingga 3 buah, wajan, buah, telur, tas carrier, air dan masih banyak lagi.

Dan jika kita perhatikan pundaknya, ada sedikit otot yang ‘menyembul’ karena seringnya mengangkat beban bertumpu pada bahu (kanan dan kiri). Betapa keras nya hidup yang mereka lalui untuk menyambung hidup dan membesarkan anaknya. Beberapa porter yang saya temuin, mereka mengaku dalam seminggu bisa 3 kali naik turun jika sama bule. Bayangin aja, naik turun gunung seminggu 3 kali, sebulan berapa? Ahahaha… mungkin saya bisa sebut mereka “Hercules from Lombok”.

Selamat Datang di Pelawangan Sembalun

Sekitar pukul 16.45 kami tiba di Pelawangan, kami segera mencari tempat yang nyaman untuk mendirikan tenda. Tempat tenda kami tepat menghadap Segara Anak, ketika itu hari mulai sore warna kuning keemasan mulai terpancar namun belum sempurna. Setelah mendirikan tenda kami mengambil air untuk masak, mata air di Pelawangan cukup jauh, sekitar 20 menit jalan kaki.

Camping Area

Gunung Agung yang berada di Pulau Bali terlihat puncaknya mengeluarkan asap erupsi, saat itu Gunung Agung memang sedang aktif-aktifnya gumpalan awan yang dikeluarkan Gunung Agung terlihat sangat jelas.

Terlihat Gunung Agung di Bali yang sedang erupsi

Oh ya lupa, masakan kami sore ini enak lho soup telur pakai korenet dan mie yang semua itu dimasak sepenuh hati dan cinta kasih oleh Yandy haha. Sementara saya selagi nunggu dia masak, hanya duduk merenungi keindahan Rinjani, Segara Anak dan riuh rendah suara pendaki lain yang sedang berfoto sana sini.

Segara Anak

Hingga menjelang sore matahari terbenam, sunset dengan latar Segara Anak tak kalah indahnya dengan di puncak gunung. Jingga sinar menyebar tertangkap lensa kamera, awan putih mulai naik menyelusur lembahan dan menutup danau Segara Anak dan seolah alam berkata, cukup untuk hari ini melihat Segara Anak, lanjut besok lagi ya.

Malam hari cuaca lumayan dingin di Pelawangan, kami keluar sebentar melihat langit, lagi pemandangan yang sangat luar biasa kami dapat, saya sangat bersyukur gugusan bintang atau milkyway terlihat sangat jelas oleh mata telanjang. Ini pertama kalinya aku melihat milky way langsung, tak lama Yandy mengeluarkan kamera untuk mengabadikan moment ini.

Milkyway

Sebenarnya dibeberapa perjalanan saya selalu gagal dalam mengabadikan moment milky way, hanya kali ini saja yang berhasil saya abadikan. Sekarang selain senja dan sunrise saat ini saya jatuh cinta juga sama Milky Way, akan saya kumpulkan berbagai milky way diberbeda tempat dan saya buat artikel bertajuk ‘Setiap Milky Way punya cerita’ hehe sebenarnya sambil belajar juga sih buat ngambil foto seperti ini.

Kami istirahat malam, sekitar pukul 12 malam kami sudah siap untuk summit puncak Gunung Rinjani, awalnya terlihat sepi lama-lama mulai terlihat pendaki lain yang juga summit attack bareng kami. Pendakian puncak di Rinjani tidak ada batas waktu alias bebas mendaki kapan saja, tak seperti di Semeru dimana pendaki hanya boleh berada di puncak hingga pukul 10.00 pagi. Tapi jika ingin menikmati matahari terbit di puncak dewi anjani ini harus summit tengah malam agar tidak ketinggalan menikmati matahari yang menyapa dewi anjani.

Pukul 4 pagi kami masih di jalur pendakian puncak gunung rinjani, lampu-lampu dari para pendaki lain yang baru summit di bawah terlihat jelas disini bejejer dengan rapi.

Sunrise Menuju Puncak

Perjalanan menuju puncak kali ini benar-benar pendakian terberat menurut saya, jalurnya lebih panjang daripada summit puncak semeru, cuaca dingin dan angin disertai debu abu gunung juga harus kami hadapi, kami sempat berhenti di jalur karena kedinginan dan menyakalan kompor untuk menghangatkan tangan. Tak lama perjalanan dilanjutkan lagi, langkah demi langkah kaki bergerak, sempat pesimis apakah kaki ini masih sanggup sampai puncak apalagi saya hanya pendaki pemula, karena sudah jauh sampai disini tekat harus ditetapkan sampai puncak.

Inilah perjalanan ke puncak Rinjani, yang sebelumnya sudah pernah diceritakan, bahwa treknya cukup menyita tenaga, karena teksturnya yang berpasir dan itu semua berhasil saya buktikan. Satu jam 30 menit yang penuh teriakan, satu jam tiga puluh menit merayap seperti layaknya spiderman yang berusaha mencari pedoman perkuatan tangan, satu jam tiga puluh menit saya melangkahkan 1 langkah naik namun merosot turun 2 langkah, satu jam tiga puluh menit yang selalu mempertanyakan “what am i doing here?

Sedikit demi sedikit matahari mulai muncul, puncak Rinjani juga mulai kelihatan, saya mempercepat langkah kaki dan akhirnya sampai di Puncak sang Dewi Anjani tepat pukul 6 pagi.


Finally Puncak Rinjani
Thanks God

Mungkin kalau ditanya sekarang, “gimana kemarin naik Rinjani?” saya lupa atau tiba-tiba hilang ingatan, yang saya ingat hanyalah saya seperti berada di permukaan bulan dengan tekstur batu dan debu, saya menyaksikan sunrise yang amat sangat cantik bagai negri di atas awan, dan saya behasil berdiri di garis puncak Gunung Rinjani yang langsung berbatasan dengan Gunung Baru Jari yang mengeluarkan asap, hingga turun merosotkan diri di pasir puncak rinjani.

Segara Anak dari Puncak Tertinggi Gunung Rinjani
Thank you Bro!

Lagi, bukanlah hal mudah untuk bisa berada di puncak gunung, dan tidak ada sebutan termahir untuk sebuah pendakian. Biarpun jam terbang saya belum cukup banyak, tapi selalu ada rasa bangga ketika saya berhasil menyelesaikan sebuah misi pendakian. Berat memang, capek pastinya, tapi disinilah tempat dimana saya merasa bangga terhadap diri saya sendiri, tersadari oleh kemampuan yang sebelumnya saya remehkan.

Keindahan pemandangan yang di tawarkan dari pendakian sebuah gunung pasti sudah banyak di ketahui banyak orang. Tapi tetap, gunung bukanlah tempat yang bisa di pandang sebelah mata. Bukanlah sebuah tempat untuk mewadahi keriangan sementara tanpa pertanggung jawaban. Bawa turun kembali sampah kalian!

Terima Kasih Rinjani

Semoga bermanfaat ^^

Share this post:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *