Kuching City Tour Bersama Media RWMF 2019

Ada agenda khusus dan menarik untuk para media yang hadir di acara Rainforest World Music Festival yaitu TOURS. Kegiatan yang dilaksanakan pagi hari dimana peserta diajak untuk meng-explore wisata menarik di Kuching, Sarawak.

Karena pesertanya terbatas dan dibagi dua tempat wisata yaitu Santubong Wildlife Cruise dan Kuching City Tour dengan peserta yang terbatas yaitu 10 orang saja jadi kami harus mendaftar terlebih dahulu.

Saya, Teguh dan Linda ikut Kuching City Tour sedangkan Dodon dan Pipit ikut Santubong Wildlife Cruise.

Gunung Santubong

Perjalanan dimulai pukul 8.30 peserta yang mengikuti kegiatan Kuching City Tour berkumpul di Lobby Damai Beach Resort, perjalanan kurang lebih 45 menit untuk sampai di Kota Kuching, selama perjalanan pun kami dipandu oleh guide handal yang menjelaskan mengenai Sarawak.

Cukup banyak tempat yang kami kunjungi di Kota Kuching, diantaranya adalah sebagai berikut:

Masjid Bandaraya Kuching / Kuching Town Mosque

Destinasi pertama yang kami kunjungi adalah sebuah masjid di tengah kota yang memiliki kubah berwarna kuning keemasan. Masjid pertama di Negeri Sarawak dibagun sejak tahun 1847 oleh Datuk Patinggi Ali dan menjadi lambang islam di negeri ini. Kemudian diresmikan oleh Pertuan Agong Malaysia pada 20 September 1968.

Masjid Bandaraya Kuching

India Street dan Pasar Tradisional

Sekitar empat tahun lalu saya pernah mengunjungi India Street, namun bentuknya sudah tidak seperti sekarang. Sekarang India Street lebih tertata rapi dah berwarna dan para pedagangnya juga semakin ramai.

India Street

Nah, buat yang belum tahu jadi India Street ini merupakan pasar yang terdiri dari toko-toko yang menjual berbagai jenis barang terutama tekstil. Di pertengan India Street ini kamu juga dapat menemukan lorong sempit yang mengarah Gambier Road.

Oleh guide kami diajak untuk menjelajahi lorong tersebut, saat itu kami melewati masjid kecil India yang tersembunyi di tengah kota.

Menurut guide yang bersama kami, struktur masjid tersebut telah mengalami banyak perubahan sejak awalnya dibangun oleh komunitas Muslim India di Kuching pada pertengahan abad ke-19.

Explore Pasar

Bau harum bumbu-bumbu dapur ketika kami melewati beberapa toko membuat kami berhenti sejenak, walaupun tidak membeli setidaknya kami dapat mengabadikan foto unik berupa bumbu berwarna di pasar tradisional.

Mural

Ada hal yang paling menarik dan membuat saya sedikit terpisah dari rombongan tour, yaitu mengabadikan Art Mural yang ada di India Stereet.

Berdasarkan informasi yang saya dapatkan Art Mural ini merupakan trend seni oleh Kuching North City Commission (DBKU) karena banyak seniman lokal, anak-anak sekolah serta mahasiswa mulai menunjukkan bakat mereka dalam seni di jalanan dan sekitar kota.

Komisaris DBKU yaitu Datuk Wee Hong Seng memulai proyek mural di dengan agenda Old Kuching Smart Heritage (OKSHE) yaitu untuk mencatat warisan sejarah masa lalu di jalan-jalan melalui mural.

Agenda OKSHE yang baru-baru ini diluncurkan mencakup pemeliharaan warisan budaya Sarawak sebagai kota yang layak huni, dinamis, indah, bersih dan aman untuk ditinggali. Wah, inspiratif sekali.

Tua Pek Kong Temple Kuching

Tidak jauh dari Waterfront Kuching ada sebuah Chinese temple yang memiliki sejarah cukup unik, menurut guide kami pada tahun 1884 pernah terjadi kebakaran besar di daerah ini dan salah satu bangunan yang selamat dari bencana tersebut adalah Tua Pek Kong Temple ini.

Tua Pek Kong

Banyak yang mengakatakan bahwa daerah ini merupakan lokasi yang memiliki Feng Shui terbaik di tengah kota. Berbagai festival tradisional diadakan di sini setiap tahun, termasuk Festival Wang Kang yang terkenal untuk memperingati orang mati.

Menurus saya beberapa sudut Tua Pek Kong ini cukup instagramble dengan warna merah cerah, siapa pun boleh masuk asalkan tidak menganggu para pengunjung yang sedang beribadah.

Dupa
Teras Tua Pek Kong

Jambatan Darul Hana Waterfront Kuching

Lokasi yang wajib dikunjungi ketika ke Kota Kuching adalah melewati Jembatan megah yang menghubungkan antara Square Tower dengan Gedung Majelis Legislatif Negara Bagian Sarawak Baru yang merupakan ikonik di Kota Kuching terutama di Waterfront Kuching.

Jambatan Darul Hana Waterfront Kuching

Jembatan yang memiliki panjang 335 meter dan lebar 3,25 meter sebagai penghubung Kuching Utara dan Selatan yang selama ini dipisahkan oleh Sungai Sarawak.

Ada view menarik ketika kita berada di Jembatan Darul Hana ini, diantaranya melihat pemandangan kota sekitar Kuching dan Masjid Terapug di Sungai Sarawak.

Pembangunan masjid tersebut dimulai tahun 2016 untuk memenuhi kebutuhan tempat ibadah yang nyaman. Masjid ‘Terapung’ itu menggantikan Masjid India yang ada di Jalan Gambier yang semakin ramai, terutama pada saat pelaksanaan Shalat Jumat.

Sarawak Museum, Natural History Museum

Destinasi selanjutnya adalah Museum Sarawak, sebenarnya ada cukup banyak museum yang tersebar di Kota Kuching ini, diantaranya adalah: Islamic Heritage Museum, Ethnology Museum, Art Museum, Natural History Museum, Textile Museum, Chinese History Museum dan Fort Margherita dan lima museum lainnya di sebaran Sarawak seperti Miri, Marudi hingga Limbang.

Tidak semua museum kami kunjungi, karena lokasinya cukup jauh untuk dikunjungi jika harus berjalan kaki, sehingga kami memilih Natural History Museum.

Muzium Sejarah

Natural History Museum merupakan museum mengenai sejarah terbentuknya Sarawak, mulai dari kedatangan Jepang, budaya-budaya serta bukti-bukti sejarah yang ada di negeri Sarawak.

Di dalam museum terdapat beberapa larangan untuk mengambil gambar, jadi kalau kalian penasaran apa yang ada di dalam museum ini cukup datang saja ke Natural History Museum, masuknya gratis.

Lepau Restaurant (Rumah Makan Orang Ulu)

Setelah cukup melelahkan menjelajahi sudut Kota Kuching, saatnya kami makan siang sembari mengisi tenaga sebelum kembali ke SCV untuk liputan acara RWMF2019 kami diajak untuk mencicipi restoran yang paling direkomendasikan di Kota Kuching yaitu Lepau Restaurant.

Lepau Restaurant yang menyediakan masakan Tradisional berasal dari Ulu (Orang Ulu, Hulu Sungai – Pedalaman).

Kuliner Sarawak

Diantara menu tradisional tersebut ada nasi merah dengan ayam pansuh. Masakan ini berupa daging ayam yang dibumbui kemudian dimasukkan dalam bambu atau buluh kemudian dibakar. Prosesnya seperti memasak lemang.

Menu-menu ini diadopsi dari rumah Betang atau rumah panjang yang menjadi hunian keluarga besar secara bersamaan. Menu lain yang menggoda adalah Urang atau Udang Fiona. Udang segar ini dari laut dan digoreng dengan daun tepus.

Secara umum, menu masakan Lepau ini dapat diterima lidah berbagai kalangan, karena tidak terlalu menendang rasa pedasnya. Nasinya juga gurih, karena berasal dari ladang atau bukan padi sawah. Di Sarawak padi ini dikenal sebagai padi bukit.

Pukul 2 siang, setelah semua kegiatan selesai kami kembali ke Damai Beach Resort dan kembali meliput acara Rainforest World Music Festival 2019 di Kampung Budaya Sarawak.

See you next post!

Share this post:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *