Semerbak Akar Wangi dari Petani Mandiri di Kaki Cikuray
AROMA BERCERITA: Akar Wangi (Vetiver) yang menjaga ketenangan, lahir dari kedalaman 🌿
Di saat banyak tumbuhan berlomba menjulang, akar wangi justru menumbuhkan dirinya ke tanah. Akar-akarnya menjalar jauh ke dalam, memeluk bumi dengan diam. Tak tampak dari luar, tapi kehadirannya mencegah longsor, menjaga air, dan meredam guncangan. Dalam keheningan itu, ia menanam rasa aman.
Aromanya tidak berasal dari kelopak, tapi dari akar yang bersentuhan lama dengan tanah. Akar wangi membawa wangi yang sunyi, hangat, sedikit pahit, tapi menenangkan. Seolah mengingatkan kita: yang menenangkan tak selalu manis, tapi jujur.
Akar Wangi tidak bisa diburu. Akar harus matang, kering sempurna, dan disuling berlahan. Ia mengajari kita tentang kesabaran, bahwa yang menenangkan butuh waktu, dan ketenangan bukan sesuatu yang bisa dipaksakan.
30 Agustus 2025, dari lereng dengan view Puncak Cikuray yang ketutup awan.
Perjalanan ku bersama Eco Blogger Squad (lagi) menjadi perjalanan tak terlupakan di tahun 2025, dan ini juga pertama kalinya aku main ke Kabupaten Garut, Jawa Barat. Ngapain? Ngapain yaa, okee. Perjalanan ku mulai dari Pontianak (28/8), terbang ke Jakarta baru keesokan pagi berangkat menggunakan bis bersama 10 peserta EBS lainnya.
Perjalanan dari Kota Jakarta ke Kota Garut (29/8) kami tempuh sekitar 6 jam. Anyway aku meninggalkan Jakarta pagi sekali, karena akhir-akhir ini kondisinya tidak baik-baik saja, ada yang berduka, ada yang kecewa, jadi banyak demo di kantor-kantor pemerintahan ibukota. Tapi semoga saatku kembali lagi jadi lebih baik, dan semoga sedikit ceritaku kali ini membawa aroma angin segar serta kabar baik untuk Negeri ini ❤️🩹
Melipir Sejenak ke Desa Sukamukti, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, Jawa Barat
Pukul 2 siang aku tiba di Kota Garut. Bicara soal Garut, dalam pikiranku selalu tertuju dengan kulinernya yaitu Dodol Garut (yang sering dijadikan oleh-oleh khasnya), karena emang ya sepopuler itu, ingat dodol ingat garut gitu, tak ayal kalau kota ini juga disebut sebagai Kota Dodol. Meskipun tetap disuguhkan dodol (+kopi arabika) sebagai welcoming di kantor sekretariat SPP (Serikat Petani Pasundan) sebagai destinasi pertama yang kami kunjungi di tengah Kota Garut.

Tapi ceritaku bukan tentang dodol juga bukan tentang wisata alam maupun wisata kuliner di Garut, melainkan tentang sebuah perjuangan petani lokal dan bagaimana sebuah organisasi mampu menghidupkan banyak keluarga, membangun sekolah, membangun fasilitas umum seperti jalan dan jembatan secara mandiri, hingga memanfaatkan lahan sebaik-baiknya, menjaga lingkungan, serta merasakan langsung semangat masyarakat untuk mendapatkan hak atas tanah mereka.
Kantor sekretariat SPP (Serikat Petani Pasundan) menjadi tempat sederhana untuk istirahat sekaligus ruang diskusi kami, bersama Kang Benni dan Teh Molisnadari dari KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), juga hadir Pak Yudi Kurnia dan Teh Yani yang merupakan dewan suro dari SPP.
Bagi yang belum tahu, SPP (Serikat Petani Pasundan) ini adalah satu organiasi yang saat ini sudah tersebar di 5 kabupaten di Jawa Barat. Organisasi yang sejak didirikan dari tahun 2000an hingga sekarang ini, selalu konsisten dalam memperjuangkan hak atas tanah khususnya untuk para petani. Bukan hanya untuk perjuangan agraria, mereka juga terus berusaha meningkatkan ekonomi kerakyatan dengan hasil nyata. Tentu nanti kita bisa lihat di Desa Sukamukti dan sekitarnya, setelah diskusi ini.
Selama diskusi aku cukup banyak menyimak informasi bagaimana awal mula dibagun organisasi ini, dulu sebelum kehadiran reforma agraria, kehidupan di Desa Sukamukti jauh dari kata sejahtera. Sebagian besar tanah dikuasai oleh perusahaan perkebunan, sementara warga desa hanya menjadi buruh dengan upah yang kadang telat dibayar. Banyak petani yang kehilangan hak menggarap lahannya sendiri, sehingga harus bekerja pada tanah yang seharusnya milik mereka.
Pak Yudi juga menambahkan, bahkan dulu sekolah hampir tidak ada. Kalaupun ada, letaknya jauh dari desa. Kondisi ini diperparah dengan akses jalan yang sulit dilalui. Namun, semua kondisi itu perlahan berubah sejak SPP memperjuangkan hak atas tanah dan membangun semangat ekonomi kerakyatan. Bersama swadaya masyarakat, jalan-jalan desa yang dulunya sulit dilalui mulai diperbaiki, saluran air dibangun agar setiap rumah bisa menikmati sumber mata air dari Gunung Cikuray, dan sekolah-sekolah gratis berdiri untuk anak-anak para anggota SPP maupun masyarakat desa.
Saat ini, para petani kembali bisa menggarap lahannya sendiri. Dari tanah yang dulunya terbatas, sekarang mereka mampu menghasilkan beragam pangan lokal yang melimpah. Sayuran segar, umbi-umbian, buah-buahan, hingga akar wangi yang menjadi komoditi unggulannya di Kecamatan Cilawu. Beberapa makanan hasil panen para petani, turut dihidangkan di meja diskusi kami, membuatku semakin tak sabar untuk segera tiba di Desa Sukamukti.
Oh iya, cerita dilanjutkan oleh Kak Siti Salsa Nurhaliza yang akrab disapa Nuy, anak dari anggota SPP yang kini tergabung dalam FPPMG (Forum Pemuda Pelajar Mahasiswa Garut). Kak Nuy dulunya juga salah satu murid dari sekolah yang dibangun oleh anggota SPP dan swasembada masyarakat. Sekolah gratis yang jenjang pendidikannya yang menurutku ternyata selengkap itu, bayangkan dari SD, SMP, SMK, hingga pesantren pun ada, bahkan kabar baiknya akan dibangun Universitas juga.
Ini benar-benar jadi bukti nyata bahwa pendidikan tak boleh berhenti di batas kota saja, tapi harus tumbuh juga di desa. Tambah lagi sekarang SPP sedang membangun Rumah Jamur yang lokasinya di kantor sekretariat SPP ini, tujuannya tak lain tentu untuk pemberdayaan ekonomi. Dengan modal Rp30 juta, ternyata bisa balik modal di bulan pertama, hasil panennya bisa sampai Rp1 juta tiap kali. Wah, kabar baik ini membuatku yakin bahwa ini jadi ada peluang nyata untuk masyarakat bangkit.
Nuansa Hangat di Sejuknya Desa Sukamukti
Menjelang pukul 4 sore, kami bergegas menuju Desa Sukamukti, langit mendung serta gerimis kecil menambah suasana sejuk begitu tiba di Desa. Tapi justru rasa hangat yang kami rasakan, bagaimana tidak, saat masuk gang dari anak-anak, remaja, bapak/ibu orangtua pokoknya hampir semua warga menyambut kami dengan senyum selamat datang hingga di halaman SMP Al-Bayyan.

Kami duduk bersama para siswa serta warga, tak lupa kumandang solawat, lagu Indonesia Raya (tiga stanza) serta lagu mars SPP yang membuatku merinding terharu bahwasannya penyambutan ini sudah benar-benar disiapkan dengan matang. Aku sampai lupa kalau tempat ini tuh di ketinggian apalagi tak jauh dari Gunung Cikuray, dingin memang, tapi justru hangat yang kami rasa, masya Allah.
Begitu duduk pun kami disuguhi dengan hasil kebun seperti pisang, ubi, singkong, pepaya, kacang tanah, dan lain-lain, serta kopi cikuray yang diseduh langsung di depan kami, jadi rasanya bener-bener hangat segar karena semuanya ditanam di sini. Setelah itu, makan malam dan diskusi bersama beberapa beberapa para tokoh desa dan petani (sambil ngopi yang kesekian kali) sebelum akhirnya aku dan teman-teman dibagi ke rumah orang tua angkat masing-masing di sini untuk istirahat malam.

Aku, Mei, Erin, dan Ruli dapat ibu angkat, namanya Bu Yuyu, ternyata beliau tinggal sendiri dengan dua cucunya, anak-anak bu Yuyu sudah menikah dan tinggal di rumah masing-masing, anak bu Yuyu juga petani dan pengusaha Akar Wangi di sini. Oh iya, bu Yuyu ternyata tidak fasih berbahasa Indonesia, dia menggunakan Bahasa Sunda, untungnya teman kami Erin cukup piawai sehingga mempermudah komunikasi kami.

(30/8) Pagi setelah sarapan, kami bersiap melanjutkan agenda berikutnya. Seharian ini kami akan mengunjungi beberapa titik lokasi secara langsung mulai dari pabrik, pengrajin, hingga bertemu petani di beberapa blok kebun akar wangi.
Melihat Proses Penyulingan di Pabrik Akar Wangi
Bisa jadi ini adalah pabrik terwangi yang pernah aku datangi, dari bahan sampai limbahnya punya aroma yang khas. Akar Wangi (Vetiver) mungkin terdengar asing di telinga kita, bahkan aku pribadi baru sadar ketika ada yang menyebutkan akar wangi sama dengan Atsiri, itu loh aroma wewangian bahkan ada salah satu museum “Rumah Atsiri” yang menurutku cukup terkenal di Indonesia.
Namanya Akar Wangi, dari namanya sudah jelas kalau bagian wangi itu berasal dari akar kering yang diproses dengan cara dimasukkan ke mesin penyuligan besar seperti gambar di bawah ini.

Pabrik Penyulingan yang kami kunjungi ini merupakan pabrik terdekat dengan rumah Bu Yuyu yang kami tinggali semalam, milik Pak Hayat (menantunya Bu Yuyu) ini salah tiga milik beliau. FYI, harga satu tungku penyulingan tersebut mencapai Rp700 juta, dan bayangkan beliau punya tiga dong. Ini menjadi bukti keseriusan sekaligus besarnya nilai ekonomi Akar Wangi.
Bagaimana tidak, meskipun prosesnya memang cukup panjang, mulai dari akar dibersihkan, dikeringkan, lalu dimasukkan ke mesin penyulingan. Tapi ternyata, satu mesin ini bisa menampung 1.5 ton, dan butuh 16 jam untuk menghasilkan 7-10 kg minyak, lebih banyak jika di musim kering.


Berdasarkan informasi yang didapat minyak Akar Wangi ini memiliki harga pasar yang memungkinkan bisa tembus Rp5 juta per kilo maksimal, tapi bisa juga jatuh sampai Rp1.5 juta saja. Dari lahan 1.400 meter, bisa panen 1,5 ton. Siklusnya juga fleksibel, 12 bulan kalau musim hujan, atau cuma 8 bulan kalau kemarau panjang.
Catatan ini belum jadi minyak pafrum loh ya.
Coba bayangin lagi, dari bawah tanah di kaki Gunung Cikuray, akar ini ternyata bisa jadi bahan dasar parfum mewah yang tersebar di berbagai belahan dunia. Padahal ini baru jadi bahan mentah, apalagi kalau proses pembuatan parfum juga bisa dilakukan di sini ya. Faktanya lagi, akar wangi ini memang hanya dapat tumbuh dengan baik di dua negara dunia, nah salah satunya di tanah Cilawu, Garut Indonesia ini. Karena sudah pernah coba di tanah yang berbeda, walaupun hidup namun kualitas akar wangi yang dihasilkan benar-benar berbeda.
Meskipun begitu dibalik aroma elegan yang terkenal itu, ketahuilah ada keringat petani yang berhari-hari merawat tanaman, ada cerita tentang cuaca, tentang mesin, tentang harga yang naik-turun. Tapi justru disitulah aku jadi belajar suatu hal tentang kesabaran, bahwa aroma yang menenangkan itu butuh waktu, dan ketenangan bukan sesuatu yang bisa dipaksakan.
Agar lebih aromanya semakin dekat, mari kita lihat langsung tempat kawasan penanaman Akar Wangi di tanah perjuangan itu. Let’s go!!

Perjalanan selanjutnya menggunakan pick-up, tanjakan naik dengan atap terbuka, sembari menyapa para petani yang sedang menanam maupun memanen. Bukan hanya akar wangi, karena sistem penanaman Akar Wangi ini tumpang sari, jadi ada banyak tanaman lainnya seperti tembakau, tomat, cabai, ubi, kol, dan masih banyak lagi. Di sini aku punya kesempatan ngorbol, ikut panen, dan nyobain langsung beberapa tanaman yang ditanam seperti tomat, rasanya benar-benar fresh.

Dari atas akar wangi memang seperti rumput semak ilalang, juga mirip tanaman serai karena daunnya ternyata sedikit tajam. Tapi siapa sangka, justru karena sumber wanginya bukan dari bunga atau daun, melainkan akar wangi menyimpan aroma yang tajam karena bersentuhan langsung dengan tanah.
Akarnya tumbuh dengan kuat memeluk bumi, dimana perannya jauh lebih berarti terutama mencegah longsor, menahan air, hingga meredam guncangan jika terjadi gempa. Dalam keheningan itu tanaman akar wangi, benar-benar menanam rasa aman.


Sentuhan Tangan Kreatif, Jadilah Kerajinan Akar Wangi yang Unik
Di perjalanan, kunjungan ladang akar wangi kami mampir ke rumah Kang Dani salah satu pengrajin kerajinan akar wangi. Akarnya benar-benar masih wangi, dengan tangan kreatifnya Kang Dani membuat souvenir unik berbagai bentuk dan ukuran dengan sisa akar wangi yang tak masuk ke pabrik. Mulai dari bentuk domba, rusa, gajah, dinosaurus, topi jerami, dan lain-lain, produknya bisa dibeli secara online maupun offline dengan harga mulai Rp65ribu sampai Rp250ribuan, tergantung ukuran.


Mereka sudah bergerak, bagaimana dengan kamu? Kamu tidak perlu jauh-jauh ke Kabupaten Garut kalau mau berpartisipasi untuk turut menjaga alam terutama mendukung petani lokal. Kamu dapat memulainya dari hal-hal kecil dan sederhana, dari diri sendiri dengan bangga membeli produk lokal hasil petani, terus belajar, dan terus mengkampanyekan isu lingkungan.
Aku, kamu, kita semua dapat berkontribusi, dengan cara membeli produk hasil petani lokal seperti kopi, kerajinan tangan, sayur, buah, dan lainnya dari Desa Maju Reforma Agraria (DaMaRa). Yuk terus dukung perjuangan petani!

Karena pada dasarnya, mendukung petani lokal bukanlah upaya mendukung ekonomi semata, namun juga upaya memenuhi kebutuhan masyarakat yang berkelanjutan, dan melindungi manusia dari bencana. Ku buat juga video singkat perjalanan ini, semoga konten instagram reels 90 detik tersebut juga bisa jadi kabar baik dan inspirasi kamu untuk semakin cinta lingkungan.
Be awesome and save nature! BERSAMA JADI GENERASI MUDA YANG CINTA DENGAN ALAM! Salam Lestari! 🌱
Perjalanan ini adalah media trip dari ECO Blogger Squad dan HIIP Indonesia dalam rangkaian program ECO Blogger Day Out 2025 berkolaborasi dengan SPP (Serikat Petani Pasundan), dan KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria). Aku dan teman-teman blogger mengeksplor kebun Akar Wangi di Desa Sukamukti, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. #BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku #DesaMajuReformaAgraria #EkoRA #WargaJagaWarga

Cerita yang sangat bagus dibaca
Wah menarik banget tempatnya. Minggu ini sibuk banget beraktifitas dan pengen banget mau liburan bersama temen atau sahabat….
Jadi penasaran aroma akar wangi dari kaki Gunung Cikuray ini, unik sekali. Sangat mendukung ekonomi petani mandiri di daerah sana juga ya kak
Mba..aku bacanya serasa ikut ke sana…Ke kaki Gunung Cikuray. Bayangin kopi, dodol Garut, buah lokal dan hasil kebun yang disajikan…wah nikmat pisan. Salut aku dengan petani mandiri yang tergabung dalam SPP juga masyarakat sekitar, dalam pembudidayaan akar wangi. Tanaman komoditas unggul yang mampu meningkatkan kesejahteraan mereka yang tumbuh subur di area tersebut digunakan sebagai bahan baku minyak atsiri yang memiliki berbagai manfaat untuk kita
Lho mbak Erin ahli Bahasa Sunda? Kirain ahlinya bahasa Jepang? hehehe
Wah seru yaaa bisa sampai dapat keluarga (ibu) angkat dari perjalanan ke Cikuray. Warga desanya ramah2 ya, langsung dikasi suguhan hasil bumi sana 😀
Wah bener2 ya tanah di sana subur sehingga menjadi salah satu tanah yang mudah ditanami akar wangi. Mana hasilnya menguntungkan, baik masih mentah maupun udah jadi parfum.
Untung ada organisasi kayak SPP juga yang bisa advokasi hak2 petani di sana dari orang2/ perusahaan yang dzolim, sehingga pertanian di sana berjalan dengan baik ya.
Garut emang kuliner dan kerajinan tangannya unik-unik. Seri sekali melancongnya mbak. Aku baru tahu ada komunitas Eco Blogger Indonesia.
Baca postingan ini bener-bener bikin sadar kalau di balik aroma wangi yang menenangkan, ada perjuangan dan kesabaran para petani. Salut banget buat SPP dan para petani di sana yang bisa mandiri, bahkan sampai membangun sekolah. Cerita tentang akar wangi yang melindungi tanah juga jadi pengingat buat kita, bahwa hal-hal sederhana dari alam punya makna besar. Nggak nyangka ya, dari akar yang tersembunyi bisa jadi sesuatu yang bermanfaat dan berharga.
Menarik sekali, aroma akar wangi dari Cikuray ini bukan hanya khas tapi juga punya nilai ekonomi bagi petani lokal. Senang rasanya lihat potensi alam bisa diolah jadi peluang mandiri.
Cerita tentang akar wangi ini benar-benar membuka mataku bahwa sesuatu yang sederhana bisa punya makna sedalam itu. Aku ikut merasakan bagaimana perjuangan petani di Garut bukan hanya soal ekonomi, tapi juga menjaga bumi agar tetap aman.
Keren sih ini, sisa dari akar wangin bisa dimanfaatkan menjadi kerajinan tangan. Yang mana hal ini juga bisa mendukung ekonomi lokal
Akar wangi kering sering digunakan untuk pewangi pakaian, biasanya ditempatkan pada ujung lemari atau tumpukan pakaian. Baunya khas.
Seru banget kaakk sihhh acara di Garutnya kaak. Jadi pengen liat langsung proses penyulingan Akar Wangi. Ngga salah lagi nilainya yang tinggi, emang memperolehnya juga ngga semudah itu. Aromanya yang elegan ternyata ada keringat2 petani dibaliknya. Aroma menenangkan yang penuh perjuangan yaa.
Seru sekali perjalanan nya. Kekompakan yang tiada dua menjadikan momen yang tak terlupakan. Ilmu yang didapat pun semakin menambah deret panjang kebanggaan di tahun ini.
Sehat selalu ya kak. Ditunggu explore lain yang menyenangkan
Saya pernah beli kopi Cikuray. Rasanya memang enak. Pengen banget deh lihat proses penyulingan akar wangi. Garut ternyata punya banyak hal menarik, ya. Gak hanya dodol garutnya aja.
Waah keren sekali ini oemberdayaaan masyarakat petaninya dan pembudidayaan tanamannya.
BTW keren banget ini Kakak. Dari Kalimantan ke Garut. 🔥🔥
Jadi nggak ada yang terbuang ya Kak karena akar wangi yang nggak masuk ke pabrik akhirnya diolah menjadi souvenir yang unik. Kebayang seru banget deh momen Kakak ke Garut ini. Amaze pula sama fkta kalau akar wangi tuh ngak selalu bisa tumbuh di beragam tempat, dan di Indonesia ya adalanya di Cikuray Garut. Seolah diberkahi alam dan dipilih langsung oleh tumbuhannya untuk memberikan kemakmuran ekonomi bagi warga di sana.
Reviewnya menginspirasi banget, kisah akar wangi ini menyatu indah antara alam, perjuangan petani, dan kedamaian.