Garis Nol Bumi di Tugu Khatulistiwa
“Ternyata tugu yang kita lihat di luar bukanlah Tugu Khatulistiwa Pontianak yang asli, yang asli ada di dalam.”
Dari sekian banyak artikel saya tentang Pontianak tapi baru ini menulis tentang Tugu Khatulistiwa. Kalau dibilang sudah berapa kali saya hampir lupa sudah berapa kali mengunjungi monumen yang menjadi ikon kota kelahiran saya ini, tapi sayangnya jarang didokumentasikan.
Maklum karena lokasinya dekat rumah, jadi jarang ekspose rumah sendiri dan sukanya pergi yang jauh-jauh, hehe. Kalau ke sini pas ada event tahunan atau nganterin teman dari daerah luar yang ingin kesini. Apa mungkin karena jaraknya dekat jadi mikirnya bisa datang kapan aja. Apakah ada yang sama seperti saya?
Mengunjungi tempat yang kerap menjadi ikon sebuah kota merupakan salah satu cara untuk mengabadikan perjalanan saat berkunjung ke daerah lain. Ibaratnya kalau kamu belum ke ikon tersebut berarti kamu belum sah sampai di kota tersebut, haha.
Nah, kalau di Kota Pontianak inilah yang menjadi ikon kota yang dilintasi garis Equator atau Khatulistiwa.
Tugu atau Monument memang sengaja dibangun untuk tujuan tertentu sebagai penanda terkait peristiwa sejarah, fenomena, atau melambangkan ciri khas dari daerah tersebut, misalnya Tugu Pahlawan di Surabaya, Tugu Jogja di Malioboro, dan masih banyak lagi tugu-tugu lainnya di Indonesia.
Tugu biasanya juga terletak di tengah kota, dan memiliki bentuk yang cukup tinggi agar mudah diliat, dibuat dari beberapa material seperti kayu, batu, bata, semen, dan lain-lain.
Berbeda dengan tugu lainnya, bangunan Tugu Khatulistiwa yang memiliki anak panah di atasnya ini tidak hanya memiliki nilai sejarah yang panjang, tapi juga memiliki banyak informasi mengenai pengetahuan tentang geografi dan astronomi.
Jadi, jangan heran saat kamu masuk ke dalam bangunan ini tak hanya soal sejarah berdirinya Kota Pontianak yang ada disini, ilmu pengetahuan alam juga dapat kamu pelajari disini.
Tugu Khatulistiwa sudah sangat terkenal dengan sebuatan titik nol bumi karena dari sekian banyak negara di dunia yang dilintasi oleh garis lintang nol derajat atau equator (pemisah antara bumi bagian utara dan selatan). Yes, hanya di Kota Pontianak yang letaknya benar-benar di tengah kota. Di sini kamu dapat berdiri diantara dua bagian bumi sekaligus.
Karena hal unik dan spesial inilah lokasi Tugu Khatulistiwa sering mengalami fenomena alam yang hanya ada dua kali dalam setahun yaitu Kulminasi Matahari.
Bagi masyarakat Kota Pontianak ini menjadi momen yang menarik, dimana di setiap tanggal 23 Maret dan September posisi matahari berada lurus di atas kepala. Tepat pukul 12.00 siang, siapa pun yang berdiri di lokasi ini mungkin tidak dapat melihat banyangan, sehingga disebut Hari Tanpa Bayangan.
Tapi tenang saja Tugu Khatulistiwa tetap buka meskipun bukan hari Kulminasi Matahari ya, hanya saja fenomenanya tentu tidak dapat kamu saksikan di hari biasa. Berkunjung ke Tugu Khatulistiwa tentu dapat dilakukan kapan saja, setiap hari buka, dari pukul 07.00 s/d 16.00 WIB di dalam tugu aslinya.
Sedangkan untuk area kuliner dan waterfrontnya dibuka 24 jam, biaya masuknya seluruh kawasan ini Rp.3.000,- per orang ya. Jadi kalau kamu ingin datang melihat tugu aslinya datanglah lebih pagi, di sana akan disambut seorang petugas sekaligus pemandu untuk menemani kamu melihat-lihat tugu.
Selain melihat berbagai informasi baik berupa sejarah hingga astronominya kamu juga dapat membeli oleh-oleh seperti miniatur tugu khatulistiwa. Oh iya, setiap orang yang berkunjung ke tugu ini akan mendapatkan sertifikat khusus sebagai arti kamu sudah berkunjung ke sini. Menarik bukan?
Nah, saya ingin sekali ke Tugu Khatulistiwa, Mbak. Soalnya saya sering lihat orang ngebolang, pasti ke sini, dan dapat sertifikat. Apalagi di sana banyak juga pengetahuan. Nah, saya juga tuh, pengin beli miniaturnya. Kalau bisa sih, sekalian merasakan hari tanpa bayangan. Karena hanya di kota Pontianak, itu bisa saya rasakan hehehe.