Sepetak Kebun Keanekaragaman Hayati
“Mbak Ya (panggilan saya di rumah), hari ini masak ayam kalasan yuk buat buka puasa!“
“Hayuuukk! Nanti Mbak Ya bantu.”
“Tolong mama ambilin serai, daun salam, cabe rawit, sama jahe ya!“
“Oke, SIAP!“
Perbincangan biasa bersama ibu untuk masak menu buka puasa beberapa hari yang lalu, ibu saya memang suka masak, dan selalu menghidangkan menu-menu andalan yang cukup bervariasi setiap harinya, mungkin karena anaknya ini suka bosan kalau makanannya itu-itu saja 🙈
Bukan jadi masalah juga untuk membuat beragam menu masakan dengan bumbu-bumbu komplit yang tersedia di rumah. Yap, itu karena kami punya sepetak kebun di belakang rumah yang ditanami berbagai jenis rempah, buah, sayur, dan bunga.
Meski lokasinya kecil, tapi sepetak kebun di belakang rumah yang kami rawat dengan baik ini bisa jadi pasar gratis, mau sayur atau buah apa ya tinggal ambil saja! Yakan?
Ini baru sepetak kebun di bekang rumah saja, saya yakin masih banyak lagi keanekaragaman hayati di luar sana yang tak hanya berfungsi sebagai bahan makanan, tapi juga berfungsi sebagai menjaga keseimbangan kehidupan manusia dengan alam seperti penyedia sumber air, menyerap karbon, dan menjaga stabilitas iklim.
Belum lagi manfaat-manfaat lainnya seperti: jasa pariwisata, pengembangan penelitian, pengembangan nilai budaya dan religi, sumber energi terbarukan (biomassa, mikro-hidro, bio-fuel), dan masih banyak lagi.
Itulah keuntungan tinggal di Indonesia karena Keanekaragaman Hayati yang melimpah, tanam apaun bisa tumbuh dengan subur, didukung dengan iklim tropis, lalu dari laut hingga hutan sebagai tempat tumbuhnya berbagai flora dan fauna endemik.
Tidak heran kalau Indonesia mendapat sebutan negara yang memiliki biodiversitas terbesar ketiga di dunia setelah Kongo (Afrika Tengah) dan Brazil (Amerika Selatan).
Namun dewasa ini, apakah kita bisa yakin bahwa keanekaragaman hayati di Indonesia baik-baik saja? Mengingat maraknya kebakaran hutan, pemburuan liar, perubahan iklim, yang justru malah menjadi ancaman besar hilangnya keanekaragaman hayati.
Bicara soal keanekaragaman hayati di Indonesia yang butuh perhatian lebih, saya beryukur dapat berkesempatan untuk ikut serta kegiatan Blogger Online Gathering Komunitas Eco Blogger Squad bersama Yayasan KEHATI dengan tema “Keanekaragaman Hayati di Indonesia”, pada 14 April 2022 dalam rangka menyambut Hari Bumi.
Pembicara webinar kali ini adalah Ibu Rika Anggraini selaku Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan KEHATI.
Beliau menyampaikan begitu banyak keanekaragaman hayati di Indonesia yang rasanya patut untuk dibanggakan. Contoh kecilnya adalah jenis-jenis pisang, di Indonesia sendiri buah pisang dapat tumbuh lebih dari 246 jenis (termasuk yang bisa dimakan dan tidak bisa dimakan). Jadi gak cuma pisang raja dan pisang ambon ya? 🙈
Belum lagi rempah, mangrove (yang kabarnya ada 202 jenis), dan sorgum. Bisa dibayangin kan, betapa banyaknya jenis keanekaragaman pangan yang ada di Indonesia ini.
Namun sayang seribu sayang, beberapa kegiatan manusia saat ini justru dapat mengancam hilangnya keanekaragaman hayati. Seperti hilangnya lahan akibat kebakaran hutan pembangunan perumahan, pemanasan suhu akibat perubahan iklim, dan over-exploitasi (perdagangan satwa dan tumbuhan langka).
Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Iklim
Yes, perubahan iklim menjadi hal terbesar yang mengancam punahnya keanekaragaman hayati. Kegiatan manusia di bidang industri, transportasi, dan ekonomi menghasilkan emisi gas-gas karbon pencemar udara (CO2, methana, CFC, dsb) yang akhirnya menumpuk di atmosfer.
Konsentrasi gas-gas karbon tesebut menimbulkan proses radiasi sinar matahari yang dipantulkan kembali ke bumi, sehingga suhu semakin panas. Pemanasan global inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan iklim.
- Pemanasan global menyebabkan tingginya curah hujan yang berpeluang menjadi banjir.
- Penguapan tinggi menyebabkan terjadinya kekeringan yang mengganggu produktifitas pertanian, ketahanan pangan, dan menimbulkan kebakaran hutan.
- Perubahan iklim dapat menyebabkan terumbu karang mengalami coralblacing (pemutihan) lalu menjadi karang mati.
- Penguapan tinggi juga menyebabkan angin topan menjadi semakin kuat dan semakin sering terjadi.
Belum lagi banyak masyarakat Indonesia yang masih melakukan gaya hidup konsumtif dan sedikit yang mau membudidayakan berbagai jenis tanaman. Bukan hanya jadi mahal, mungkin saja tanaman-tanaman tersebut bisa jadi punah.
Apa yang bisa dilakukan?
Banyak! Kita dapat memulainya dengan menekankan kesadaran akan pentingnya kelestarian keanekaragaman hayati melalui pendidikan berbasis keanekaragaman hayati sejak dini. Lalu mengubah gaya hidup misalnya menjadi konsumen hijau, konsumsi pangan lokal, mempertahankan budaya makan lokal, menerapkan eco living.
Kita juga bisa menjadi “agent of change” yang konsisten mendorong adanya perubahan di masyarakat untuk lebih peduli lingkungan. Contoh kecilnya adalah menanam di sekitar rumah 🌱🪴🏵️
Harapannya, semoga sepetak kebun di sekitar rumah kita juga dapat menjadi satu diantara jutaan kebun yang terus menjaga dan mempertahankan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia.
Kamu juga bisa melakukannya kok, jika tidak ada lahan tanah yang cukup luas kamu dapat menanam beberapa tumbuhan di media tanam seperti hidroponic atau pot.
Lumayan kan bisa lebih hemat plus menjaga keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia, psstt siapa tau bisa jadi usaha kecil dari rumah. Nah, apakah juga kamu punya kebun atau menanam di rumah? Cerita dong di kolom komentar!
Salam lestari! #EcoBloggerSquad #EBS2021 #EcoBloggerSquad #UntukmuBumiku #TeamUpforImpact🌺
Saya punya kebun mbak, karena memang petani. Selain ditanami aneka tanaman pangan, juga dipakai untuk beternak ayam, menthok dan angsa dan juga lele. Alhamdulillah sumber protein nabati maupun hewani tercukupi dari hasil kebun
Infografis mitigasinya KEREN!!
Saya termasuk memperhatikan lingkungan dengan mengelola pekarangan untuk tanaman TOGA dan bunga. Untuk rekreasi dan untuk stok obat darurat.
Asyik banget kak punya kebun kecil di rumah. Aku pengen banget punya, tp aku orangnya gak telaten hiks
Memulai perubahan dari diri sendiri ya kak. Untuk bumi yang lebih baik lagi.
Sama kayak ibuku mba. Ada pasar gratisnya juga itu di samping rumah. Cabe, daun bawang, lengkuas, jahe, kencur, daun salam, daun mangkokan, segala daun ada semua. Apalagi orang Padang itu kalo masak bumbunya banyak banget.
Ih, aku lihat ada bunga telang juga. Bisa dibikin teh itu, enak. Ini namanya kurangi emisi dari rumah sendiri.
Seneng banget ya mbak di rumah bisa bercocok tanam berbagai sayur dan buah utk dikonsumsi. Memang seharusnya kita bisa melakukan hal kecil dari rumah ya. Walau butuh tekad yang kuat, sebab saya itu suka mood moodan orangnya, hehehe