Pendakian via Ferrata TWA Gunung Kelam Sintang

Melanjutkan cerita perjalanan utama di Kabupaten Sintang pada awal Oktober 2024, yaitu Pendakian via Ferrata TWA Gunung Kelam Kabupaten Sintang. Trip ke-empatku kali bersama teman-teman SCK (Summer Camp Khatulistiwa) dengan jumlah peserta terbatas.

Tapi sebelum aku cerita secara timeline, aku ingin bilang kalau aku bangga dengan diriku sendiri. Karena mampu menyelesaikan pendakian hingga puncak Batu Monolit di ketinggan 1002 mdpl dengan durasi kurang dari 8 jam dengan sempurna. Pendakian ini sekaligus mewujudkan bucket list destinasi seumur hidup sekaliku, selain mendapatkan view perjalanan yang luar biasa di sini aku pun berkesempatan untuk teriak kekencang-kencangnya dari atas ke lautan awan dibawahku.

Gambaran puncak, aku spill dulu di postingan instagram feed berikut ini:

Trip kali ini sebenarnya sudah aku tinting ketika mereka buka open trip pada april lalu, tapi aku masih ragu, padahal waktu dan keuanganku sangat pas kala itu. Tapi batal karena kekacauan hati akibat drama percintaan yang menyebalkan. Niatnya berusaha untuk lari tapi takut akal dan pikiranku justru menjerumuskanku kepada hal-hal yang lebih celaka, akhirnya aku putuskan untuk berdiam diri di rumah.

Nah, awal September mereka open trip lagi, tapi karena pendakian kelam ini hanya dibatasi 15 orang saja, aku telat untuk mendaftar (bayangkan saja open trip dibuka di group WhatsApp yang jumlah anggotanya 370 orang). Aku tetap mendaftar, tapi masuk sebagai peserta cadangan yang ke sekian.

Mendekati hari-H, ternyata ada peserta yang batal jadi aku pun masuk sebagai peserta utama, yeayy!! Tapi aku galau lagi, karena perjalanan ini cukup mepet dengan aktivitas sekolah setelah ulangan dan trip luar kota dibeberapa hari kemudian, wkwk. Berhubung ini adalah penantian sejak lama, aku tetap gas. Beli tiket bis DAMRI dan berangkat di Jumat pagi.

Gerbang TWA Gunung Kelam

Pendakian TWA Gunung Kelam via Ferrata ini memang dibatasi, dalam satu hari hanya diperbolehkan untuk 15 pendaki saja. Sebenarnya pendakian di sini tidak harus sampai puncak, soalnya pengelola TWA ini punya tiga paket yang bisa dipilih, yaitu:

  • Segmen 1 (ketinggian 200 mdpl, 4.5 jam pulang pergi tanpa menginap) harga paketnya Rp.75.000,-
  • Segmen 2 (ketinggian 700 mdpl, durasi perjalanan 2 hari 1 malam menginap) harga paketnya Rp.150.000,-
  • Segmen 3 (puncak dengan ketinggian 1002 mdpl, durasi perjalanan 2 hari 1 malam menginap) harga paketnya Rp. 250.000,-

Semua paket yang disediakan ini sudah termasuk jasa pemandu dan tiket masuk kawasan. Nah, di pendakian ini kita hanya cukup bawa pakaian dan logistik saja, tidak perlu tenda karena di puncak nanti ada shelter/pondok untuk menginap. Air pun tidak perlu bawa banyak-banyak, karena ada beberapa sumber mata air yang bisa langsung dikonsumsi.

Karcis Masuk Pengunjung

Sebelum pendakian dimulai, semua peserta berkumpul di depan gerbang masuk TWA Gunung Kelam, di sini kami bertemu dua guide dari BKSDA Kalbar yang akan menemani perjalanan kami, yaitu Bang Okta (atau akrab dipanggil Utui), dan Bang Sefry.

Di gerbang ini juga semua pendaki diberikan masing-masing 2 karcis pengunjung yang sudah termasuk asuransi (tertulis 5ribu harga weekday, dan 7ribu harga weekend). Serta semua barang-barang diperiksa untuk dihitung jumlah plastik kemasan yang dibawa, katanya akan dicek saat turun nanti, jadi pastikan jumlahnya sama biar tidak meninggalkan sampah saat pendakian.

Foto Bersama Peserta Pendakian

Setelah semuanya siap, barulah pendakian dimulai pukul 11 siang. Tak jauh dari gerbang kami singgah di pos pemasangan alat harnes dan helm, karena via ferrata ini adalah jalur panjat tebing jadi semua peserta diwajibkan untuk menggunakan alat keselamatan ini. Di sini kita juga diajari cara untuk membuka tutup carabiner yang benar.

Pakai Harnes dan Helm

Nah, untuk jalurnya sendiri dari awal sampai puncak ini menurutku campur-campur yaa, mulai dari tangga semen, tanah lembab, bebatuan sedikit berlumut, hingga tangga-tangga besi yang dipasang di batu, di sini naiknya wajib mengaitkan carabiner. Terus tidak semuanya juga jalurnya curam, beberapa kali ada shelter/pos yang dapat digunakan untuk istirahat, satu diantaranya pos dek goa kelelawar.

Pos Dek Goa Kelelawar

Tapi tetap jalur yang paling menyenangkan serta menguji adrenalin adalah jalur tangga besi yang terpasang secara vertikal di dinding batu monolit ini. Cuaca panas menjelang siang, membuat batu dan besi terasa panas, untungnya aku pakai sarung tangan. Bersyukur meskipun cuaca panas, tapi langit sangat cerah, dari tebing ini sudah terliat jelas pemandangan dari atas, padahal ini baru segmen satu.

Jalur Ferrata

Di segmen dua menuju ketinggan 700mdpl, kita dapat istirahat di beberapa teras tapi jangan lama-lama, karena teras ini hanya diperbolehkan maksimal tiga orang saja. Tetap fokus dengan pijakan kaki wajib diperhatikan dengan maksimal.

Selain pemandangan yang indah, hal lain yang menyenangkan menurutku adalah dapat melihat beberapa bunga anggrek yang tumbuh liar di sini. Tak semua sempat aku dokumentasikan demi menghemat daya, jadi dua foto anggrek ini jadi saya wakili dengan dua foto anggrek ini saja ya, hehe.

Anggrek

Selesai melewati segmen dua, saatnya menuju puncak alias segmen tiga. Dari sini kita tidak perlu lagi menggunakan harnes serta carabinernya, karena tidak ada lagi jalur tangga besi yang nempel di batu, perjalanan dilanjutkan jalan kaki tapi kita tetap pakai helm.

Bersama Guide

Menjelang sore perjalanan dilanjutkan sebelum gelap, tapi karena durasi ini ternyata lebih cepat dari prediksi, jadi untuk ke segmen tiga ini peserta berjalan lebih santai. Pendakian yang seharusnya delapan jam, ternyata kami mampu melaluinya lebih cepat yaitu tujuh jam.

Sampai puncak kami dibagi ke beberapa pondok, lalu kami bergegas bersih-bersih, masak untuk makan malam, lalu istirahat. Jangan tanya ada sinyal atau tidak, meskipun ada kami perlu menghemat daya agar besok paginya dapat mengabadikan sunrise.

TEPAR!!!
Share this post:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *