Cagar Budaya Keraton Tayan Desa Pedalaman
Kalau tidak ditawari dan menerima tawaran kerja sebagai pembicara saat Pelatihan Pembuatan Website Program Desa Cerdas di Desa Pedalaman (Sanggau), mungkin sampai saat ini saya tidak tahu kalau di Desa Pedalaman tepatnya di Tayan Hilir ini ada keraton yang saat ini ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XII Kalimantan Barat.
Namanya Cagar Budaya Keraton Panembahan Tayan, tapi kalau di Google Maps, nama tempat ini ditulis Vorstendom Paleis van “Pakoe Nagara Tajan”. Lokasinya tak jauh dari Kantor Desa Pedalaman dan Jembatan Tayan.
Tempat ini ditetapkan sebagai cagar budaya bukan tanpa alasan, pastinya ada banyak sejarah yang terjadi di tempat ini. Terlihat dari bentuk bangunan hingga adanya beberapa meriam sekitar keraton. Berdasarkan informasi yang saya baca pada papan informasi di depan keraton ini kalau, tempat ini merupakan Keraton Kerajaan Tayan.
Kerajaan Tayan adalah sebuah kerajaan yang diperkirakan berdiri pada awal abad 15 atau sekitar tahun 1450 yang didirikan oleh Gusti Likar/Lekar bersama dengan saudara-saudaranya. Pemerintahan Kerajaan Tayan kemudian dipegang oleg Gusti Ramal bergelar Pangeran Marta Jaya Yuda Kesuma, putra Pangeran Mancar pendiri Kerjaan Meliau yang merupakan kemenakan Gusti Likar.
Pada awalnya ibukota kerajaan berlokasi di Teluk Kemilun, setelah Pangeran Marta Jaya Yuda Kesuma wafat, putranya yang tertua Suma Yuda, naik tahta dengan gelar Pambahan Tua, panembahan berikutnya adalah putra panembahan Tua, bernama Gusti Mekah dengan gelar panembangan Nata.
Keraton Tayan dibangun pada masa pemerintahan Gusti Lekar bin Gusti Dakiri Kusuma Raja Tayan pertama yang memerintah dari tahun 1683 – 1718. Keraton tersebut merupakan keraton ketiga yang dibangun setelah keraton I Rayan dan Keraton II di kawasan Teluk Kemilu Keraon Tayan, terletak di DAS Kapuas berjarak +50 meter dari bibir Sungai Kapuas.
Pada waktu pemerintahan Nata Kesuma itulah Kerajaan Tayan mula-mula menandatangi kontrak (korte verklaring) dengan pemerintah Hindia Belanda pada 12 November 1822.
Pangeran Nata Keseuma mangkat pada 825 tahta kerajaan kemudian diduduki oleh saudaranya yang bernama Gusti Repa dengan gelar Pangeran Ratu Kesuma, beliau hanya memerintah selama 3 tahun hingga 1828 wafat, penggantinya adalah saurana Panembahan Tua, Utin Belondo dengan gelar ratu Utin Belondo yang juga digelar Ratu Tua.
Pemerintah dilaksanakan oleh suaminya, Gusti Hassan Pangeran Ratu Kesuma dengan gelar Panembahan Mangku Negara Surya Kesuma.
Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indie tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam Westerafdeeling berdasarkan Besluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie pada 27 Agustus 1849 No 8.
Setelah Jepang kalah pada Perang Dunia II, Gusti Ismail dinobatkan menjadi Panembahan Kerayaan Tayan dengan gelar Panembahan Paku Negara, tahun 1960, beliau masih memerintah pada pemerintahan swaparja berakhir Gusti Ismail kemudian menjabat Wendana di Tayan Tidak lama kemudian ibukota dipindahkan ke Sanggau, sedangkan bekas Kerajaan Tayan menjadi ibukota Kecataman Tayan Hilir.
Keraton Tayan ini diperkirakan telah berusia +250 tahun lebih dan telah mengalami dua kali perbaikan yakni pada tahun 1998 oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan tahun 2012 oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur.
Berdasarkan konstruksinya Keraton Tayan merupakan bangunan berlantai dua beraksitektur melayu, berbahan utama kayu ulin atau lebih dikenal dengan sebutan kayu besi. Keraton Tayan berukuran panjang 110 meter; lebar 70 meter; dan tinggi 11 meter, tiang penyangganya berjumlah 110 buah berukuran 2 meter.
Bangunan ini memiliki aula di lantai dasar yang sering digunakan sebagai pusat aktivitas, berukuran 42 meter dan lebar 14,80 meter, sedangkan lantai dua berukuran 18,80 meter dan 7,40 meter. Keraton Tayan terbagi menjadi lima bagian yaitu: Serambi Depan, Ruang Balairung Sari, Ruang Sidang, Ruang Ringgasana Raja, Ruang dan Gudang, dan Ruang Dua.
Tak jauh dari kawasan gedung keraton juga terdapat sebuah masjid jami’, gazebo sekaligus dermaga kecil, bahkan alun-alun. Tempat ini selain cocok dijadikan tempat santai saat sore-sore, bisa juga dijadikan wisata sejarah bagi yang ingin belajar sejarah.
Oh iya, kalau di hari-hari tertentu area halaman keraton ini juga dijadikan tempat untuk acara tahunan bernama ngombok, tapi ini biasanya diadakan pada pertengahan bulan Desember.