Riam Tengkuyung, Perjalanan Tanpa Ekspetasi

“TANPA EKSPETASI”, sepintas kalimat itu muncul seolah rasanya cocok jika trip ini dijadikan sebuah sub judul buku perjalanan. Seperti tulisan-tulisanku sebelumnya, untuk setiap tempat yang dikunjungi aku selalu membuat makna kecil, misalnya saat Pelarian di Bukit Bellew, Remedial di Pulau Setinjan, Niat Baik di Riam Mabeh, Merdekakan Hati di Pulau Temajo, dan masih banyak lagi.

Entah ini sudah tulisan perjalanan ke berapa, bahkan jika aku lakukan sebanyak apapun belum sampai rasanya menemukan kata ‘bosan’ untuk menceritakannya. Tapi kali ini aku manaruh rasa tanpa ekspetasi berlebihan, bukan karena perjalanan ini nyaris gagal, bukan juga karena trip kayak gini terlalu sering dilakukan, apalagi karena pengalaman pribadi yang pernah berharap dengan seseorang lalu dikecewakan.

Justru, ekspetasi yang tidak berlebihan ini malah berbuah manis, hadiah dari kesabaran dibalas dengan hal-hal yang jauh lebih indah dari apa yang kita bayangkan. Teman baru, tempat baru, pengalaman baru, juga tulisan baru (lagi) di blog-ku. Bak, sebuah kata pengantar dalam buku, tiga paragraf ini, ku anggap cukup sebagai pembuka cerita perjalananku di Riam Tengkuyung, Kabupaten Bengkayang.

Sebenarnya ini trip pengganti akibat kegagalan trip pertama, trip yang dibatalkan sebab cuaca yang tidak sesuai prediksi. Bukan hanya tanggal keberangkatan, tapi juga destinasi pun kita ubah. Awalnya adalah rafting di Riam Merasap, kemudian diganti trip ke Riam Tengkuyung di bulan berikutnya.

Walaupun tanpa ekspetasi tapi kita juga memang perlu memperkirakan tujuan, hingga persiapan perjalanan pun matang. Persiapan trip riam kali ini kurang lebih dua minggu, mulai dari list peserta yang ingin berangkat, kendaraan, alat camp, koordinasi dengan tim dari daerah lain hingga warga lokal. Karena lokasi tujuan kami kali ini termasuk tempat yang masih jarang orang kunjungi, kawasan yang bisa dibilang masih tertutup, dan gak sembarangan orang bisa masuk.

Otwe tengah malam

Perjalanan ku bersama beberapa anggota dari Pontianak, dimulai hari Jumat tengah malam, mengingat perjalanan Pontianak-Bengkayang itu cukup jauh, biar lebih santai kami motoran pelan-pelan kurang lebih 5 jam perjalanan, hingga subuh istirahat di rumah ce Sui Me di Kota Bengkayang. Kami jadi punya waktu untuk istirahat beberapa jam, sebelum berjumpa beberapa tim dari daerah lain di Kecamatan Sanggau Ledo (meeting point).

Pagi sebelum berangkat

Setelah menyiapkan perbekalan, logistik, dan lain-lain, perjalanan dilanjutkan ke Dusun Semadum dimana sebelumnya kami membuat izin dulu dengan polisi hutan, juga warga lokal yang ikut rombongan sebagai guide kali ini. Sebelum sampai di kampung/rumah guide-nya kami disambut dengan hujan sebentar dan sempat berteduh, jadi setelah hujan reda baru lanjut menuju lokasi riam.

Foto bersama di depan rumah warlok sekaligus guide kami
Selfie dulu di Dusun Semadum

Oh iyaa, aku belum sempat cerita kalau di perjalanan ini partner motoran-ku adalah Ogut (abang-abang berhelm gojek), di sini aku benar-benar baru kenal sama Ogut (nama aslinya Guntoro), padahal dalam beberapa event kita seharusnya sudah pernah bertemu. Hanya tidak saling sapa saja. Aku baru follow sosialmedia-nya beberapa hari setelah kami berdua sepakat untuk boncengan. Saat pergi aku tak banyak bicara, tapi pulangnya hmmmmm boleh juga, hahaha.

Okee, kembali ke cerita perjalanannya. Jadi, dari kampung tadi sebenarnya kita bisa motoran sampai ke titik kebun/sawah warga terakhir sebelum masuk ke kawasan hutan. Tapi, berhubung sehabis hujan jalan jadi licin, ditambah sebagaian besar motor yang kami bawa motor matic, ooohh perjalanan pakai motor ini benar-benar tidak ada gunanya, haha. Melewati jalan ini justru 80% ku lakukan dengan jalan kaki soalnya lebih cepat 😂

Kondisi jalan

Aku dan Ogut awalnya sempat jatuh dari motor sekali, tidak begitu parah sih karena jatuhnya ke semak-semak meskipun sedikit basah, tapi sayangnya kaca mata milik Ogut sempat hilang lalu ditemukan dalam keadaan rusak. Sebenarnya aku kasian dan sempat khawatir, karena matanya memang minus dan silinder, tapi sepertinya masih bisa diatasi (sepertinya).

Ohhhh sampai sini rasanya sudah lelah sekali, untungnya di kebun sawah warga terakhir ini kami bisa istirahat makan siang dulu. Sebelum benar-benar masuk ke kawasan hutan. Makan siang di sini a la saprahan, dengan view sawah dan pegunungan Niut. Menu nasi padang yang kami bungkus di pasar Sanggau Ledo tadi kami nikmati bersama-sama, ayam goreng ce Sui Me, serta ikan asin dan sambal kentang hati ayam dari Mak Vina benar-benar nyaman!

Istirahat makan sebelum masuk hutan

Sudah siap masuk kawasan hutan? Baju jersey warna pink menyala pemberian dari ibu-ku ini membuat aku lebih percaya diri. Aku juga sengaja pakai sandal gunung mengingat karena tujuannya adalah riam jadi tidak banyak tanjakan, ditambah kata guide lokal di sini bilang kalau kita akan melewati beberapa aliran sungai dari riam. Benar jalurnya 70% landai, tapiiii bersiaplah serangan pacat menyambut selama di jalur ini 😭

Jalur pendakian
Pacat

Lembab, basah, aroma hutan rain forest khas tanah Kalimantan so welcome to jurassic world versi Borneo. Jalur menuju riam kurang lebih empat jam jalan kaki santai, sesekali istirahat tapi gak bisa lama takut semakin banyak pacat yang menghinggap.

Anyway, terakhir trip-ku yang ditemani hewan penghisap darah seperti pacat itu saat ke Gunung Bawang, tapi jumlah yang menggigitku lebih banyak di Riam Tengkuyung ini, diperkirakan ada 10 ekor deh (yang ketahuan).

Selain suasana hutan yang benar-benar masih tertutup, aliran air dingin, pohon besar, suara hewan seperti burung dan jangkrik, hingga tanaman hutan termasuk jamur aneka bentuk serta warna banyak ditemui sepanjang jalan. Sampai di sini aku sama sekali belum berekspetasi, seperti apa nanti riam (air terjun) yang aku kunjungi, aku hanya jalan tanpa ingin cari tau seperti apa riam tersebut di internet.

Jamur
Pohon Besar

Kami tiba dan istirahat di area landai yang cukup luas, dan ternyata ini bagian atas Riam Tengkuyung-nya, jika ingin melihat riam dengan view yang lebih sempurna kita harus turun lagi, menuruni tanah tebing melewati akar-akar pohon yang ternyata cukup curam menurutku.

Riam Tengkuyung namanya, terletak di Dusun Semadum, Desa Pisak, Kecamatan Tujuh Belas, Kabupaten Bengkayang. Memiliki tinggi kurang-lebih 20-30 meter, yang sepintas dari pandanganku mirip seperti Riam Manajur dimana bentuknya satu dan di tengahnya ada kolam yang dikelilingi pepohonan. Tapi menurut ku ini lebih magical, selain lebih banyak lumut vibes pagi ketika matahari terlihat di atas sumber riam sungguh cantik sekali, benar-benar diluar ekspetasi bukan?

Riam Tengkuyung

Kenapa namanya Riam Tengkuyung? Barang kali gak banyak yang tahu, Tengkuyung itu adalah sejenis hewan siput yang banyak ditemui di perairan air tawar, seperti sungai. Masyarakat kalimantan sendiri sering mengolahnya menjadi makanan gulai tengkuyung.

Jangan pikir di sini juga banyak tengkuyung ya, justru aku tidak menemukannya satu pun, jadi alasannya adalah karena riam ini punya goa di balik tirai air terjun itu, yang menurut warga lokal mirip dengan cangkang/rumah tengkuyung tersebut. Maka dinamai lah Riam Tengkuyung. Begitulah kira-kira, hehe.

Siapa sangka kan, ternyata riam ini ada goa-nya, view dari dalam goa juga gak kalah mempesona dengan pemandangan dari bawah. Kabarnya ini merupakan goa purba, yang membuat keberadaan goa ini menambah aura mistis dan magis di Riam Tengkuyung.

Goa Tengkuyung

Dari rombongan kami, hanya beberapa saja yang cukup berani naik sampai ke area goa, selain percikan airnya bisa bikin basah kuyup, bebatuan lumut juga membuat jalurnya sangat licin, jadi harus extra hati-hati.

Overall, aku puas dan benar-benar healing di Riam Tengkuyung. Selama dua hari aku tidak mengaktifkan data ponsel (yah karena memang tidak ada sinyal dan ingin menghemat daya juga sih haha), tapi itulah yang benar-benar aku butuhkan, bukan sengaja hilang untuk dicari (meskipun gak ada yang nyari juga, kecuali kerjaan).

Inilah caraku recharge sekaligus self reward ke diri untuk break sebentar dari hiruk pikuk perkotaan dan pekerjaan, foto atau video ini hanya sebagian kecil, sisanya aku benar-benar menikmati alam sambil diam dan termenung, percayalah! Bersyukur teman-temanku sedikit-bayak membantu untuk foto dan videoin aku, jadi setidaknya ada moment singkat ku dalam bentuk video reels instagram berikut ini:

Untuk teman-teman yang selalu aku anggap saudara angkat di tiap perjalanan termasuk di trip ini, terima kasih sudah bekerjasama, terima kasih sudah meluangkan waktu, terima kasih karena sudah saling support, tidak lupa juga obrolan-obrolan hangat di jalan, dan semua moment yang dapat diabadikan maupun tidak di sini.

Alhamdulillah semua pulang dalam keadaan selamat, meskipun rasa lelah namun berujung puas. Sampai jumpa di tulisan perjalanan ku yang lainnya ya, salam lestari 🍃

Foto Bersama (gak ada aku, karena aku yang fotoin)
Jadi selfie aja sebelum pulang
Terima Kasih
Share this post:

2 thoughts on “Riam Tengkuyung, Perjalanan Tanpa Ekspetasi

  1. Mantapppp memang pengalaman yg didapat karena s&b utk masuk ke lokasi infonya didapat setelah mau masuk ke lokasinya. Jadi memang adrenalinnya makin menggelora kalau misalkan perjalanan kmrn batal

  2. Perjalanan yang sangat sangat luar biasa hehe.
    Hampir kecewa kalo semisal perjalanan ke riam tengkuyung batal. Tapi,dibalik susahnya kesini terbayar dengan keindahan yg sungguh keren

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *