Taman Sari Yogyakarta “The Fragrant Garden”

Sebagai orang turunan Jawa (Ibu dari Sampang Jawa Timur, Bapak dari Blora Jawa Tengah) saya termasuk keturunan yang sangat buta mengenai sejarah Jawa itu sendiri, mungkin karena betah tinggal di Kalimantan Barat kali ya…

Jangankan sejarahnya, malah masih suka gagal menerjemahkan bahasa Jawa halus, jadi jangan ajak ngobrol saya pakai bahasa Jawa deh kalau nggak mau ada kesalahpahaman diantara kita. Halah

Sampai tiba dikesempatan untuk mengujungi kota yang kental kebudayaan jawa-nya seperti Yogyakarta, dimana masyarakat disini sangat menjunjung tinggi kebudayaan Jawa terutama bahasanya, hampir semua kalangan menggunakan bahasa Jawa.

Mulai dari pasar, sekolah hingga tempat wisatanya. Saya jadi ingat dengan pengalaman saya saat mengunjungi salah satu tempat wisata di Yogyakarta barengan bersama anak SMP sedang study tour (sepertinya sekolah tersebut lokal, mereka menggunakan seragam SMP Negeri di yogyakarta yang dipandu oleh guru dan guide) benar saja suku apa pun mereka menggunakan bahasa jawa ketika ngobrol sesama temannya.

Pintu Masuk Taman Sari Yogyakarta
Pos Pembelian Tiket

Jadi singkat cerita saya pun ikutan mereka study tour di Taman Sari Yogyakarta, sebagaimana budaya Indonesia termasuk budaya Jawa memang penting untuk dilestarikan. Btwe, lokasi Taman Sari Yogyakarta ini tidak jauh dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang pernah saya tuliskan sebelumnya di blog ini.

Berdasarkan informasi yang didapat Taman Sari Yogyakarta atau Taman Sari Keraton Yogyakarta merupakan situs yang dulunya taman atau kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, bisa dibilang hampir mirip dengan Kebun Raya Bogor sebagai kebun Istana Bogor gitu. Taman ini dibangun pada zaman Sultan Hamengku Buwono I (HB I) di tahun 1758-1765/9.

Awalnya, taman yang mendapat sebutan “The Fragrant Garden” ini memiliki luas lebih dari 10 ha dengan sekitar 57 bangunan baik berupa gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, danau buatan serta pulau buatan dan lorong bawah air.

Nah, untuk kebun sendiri digunakan secara efektif antara 1765-1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai tenggara kompleks Magangan.

Namun saat ini, sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.

Gerbang Carik

Oh ya, Taman Sari ini dibangun di bekas keraton lama, Pesanggrahan Garjitawati, yang didirikan oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai tempat istirahat kereta kuda yang akan pergi ke Imogiri.

Sebagai pimpinan proyek pembangunan Taman Sari ditunjuklah Tumenggung Mangundipuro. Seluruh biaya pembangunan ditanggung oleh Bupati Madiun, Tumenggung Prawirosentiko, beserta seluruh rakyatnya. Oleh karena itu daerah Madiun dibebaskan dari pungutan pajak. Seperti itu.

Nah, ditengah pembangunan pimpinan proyek diambil alih oleh Pangeran Notokusumo, setelah Mangundipuro mengundurkan diri.

Walaupun secara resmi sebagai kebun kerajaan, namun beberapa bangunan yang ada mengindikasikan Taman Sari berfungsi sebagai benteng pertahanan terakhir jika istana diserang oleh musuh. Konon salah seorang arsitek Taman Sari ini adalah seorang Portugis yang lebih dikenal dengan Demang Tegis.

Kolam Taman Sari Sedang Renovasi

Satu lagi nih, kompleks Taman Sari dibagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama adalah danau buatan yang terletak di sebelah barat. Bagian selanjutnya adalah bangunan yang berada di sebelah selatan danau buatan antara lain Pemandian Umbul Binangun.

Bagian ketiga adalah Pasarean Ledok Sari dan Kolam Garjitawati yang terletak di selatan bagian kedua. Bagian terakhir adalah bagian sebelah timur bagian pertama dan kedua dan meluas ke arah timur sampai tenggara kompleks Magangan.

Nah, begitulah sejarah singkat mengenai Taman Sari Yogyakarta ini, semoga bermanfaat ^^

Share this post:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *